Selasa, 19 Mei 2015

Beberapa hari ini sedang ramai topik pembahasan dan perbincangan dimedia-media sosial mengenai tilawah dengan dilagukan atau cengkok langgam Jawa. Issu ini menjadi begitu menyita perhatian masyarakat karena dilakukan didalam suatu acara peringatan Isro Mi`raj Nabi Muhammad SAW yang notabenya didepan publik dan ditayangkan secara live oleh salah satu stasiun televisi.
Al-hasil pro dan kontra serta beragam tanggapan bermunculan ditengah masyarakat kita, dari yang awam hingga tokoh-tokoh terkemuka sesuai dengan tingkat pemahaman dan keilmuan-nya masing-masing.

Umum-nya kita menilai bacaan atau tilawah seseorang dengan istilah "tartil".  Si fulan bacaan-nya tartil bagi tilawah yang dinilai bagus atau sifulan bacaan-nya belum tartil untuk tilawah yang belum bagus atau masih terbata-bata. 
Istilah tartil sebenarnya merupakan ucapan atau perintah langsung dari Allah SWT. didalam  Surat Al-Muzzamil ayat 4, Allah SWT berfirman warottilil Quraana tartiilan yang artinya bacalah Al-Qur`an dengan tartil.Jadi istilah tartil merupakan tolak ukur atau parameter yang sesuai untuk menilai benar-salah dan pantas tidaknya kualitas tilawah.
Yang menjadi pertanyaan, sebenarnya apakah yang dimaksud tartil dan apa standar penilaianya? Apakah karena lancar-nya, lagunya, logatnya atau kemerduarn suara-nya? Sahabat Ali bin Abi Thalib R.A. menafsirkan firman Allah tersebut (tartil) adalah Tajwiidul huruuf wam`arifatul wuquuf yang artinya kurang lebih “mentajwidkan huruf (membaguskan-nya) dan mengenal waqof atau tempat berhenti”

Pengertian Tajwid
Tajwiidul huruuf meliputi makhorijul huruf, hak huruf dan mustahak huruf. Makhorijul huruf merupakan tempat diucapkanya atau keluar-nya huruf yang terbagi atas lima kelompok: rongga mulut dan rongga tenggorokan terbuka, tenggorokan, lidah, bibir dan rongga hidung (Al-gunnah). Dari kelima makhorijul huruf tersebut setiap huruf hijaiyah hanya memiliki satu makhorijul huruf dan wajib bagi kita untuk mengucapkan setiap huruf sesuai dengan makhorijulnya.

Hak huruf merupakan sifat-sifat yang lazim dan selalu ada pada huruf, misalnya sifat ist`ila selalu menyertai huruf “Qaf”. Setiap huruf hijaiyah minimal memiliki lima sifat dan maksimal 7 sifat. Sifat-sifat huruf merupakan karakteristik dari suatu huruf sebagai pembeda satu huruf dengan huruf yang lain. Sifat huruf memiliki fungsi yang sangat penting ketika kita ingin membedakan atau mengkarakterisasi huruf-huruf dengan makhroj yang sama contoh-nya “ta dan tho” keduanya memiliki makhroj yang sama tetapi beda sifat. Ketika berharokat fatah perbedaan kedua huruf ini sangat jelas tetapi ketika berharokat domah, kasroh atau dimatikan kedua huruf tersebut hanya dapat dibedakan secara jelas oleh sifat-sifat atau hak dari kedua huruf tersebut yang dilekatkan.

Mustahak huruf merupakan sifat yang tidak selamanya menyertai huruf, misalnya sifat tafkhim pada huruf “Ra” jika dibaca (harokat) fathah atau dhomah dan menjadi tarqiq (tipis) ketika dibaca (harokat) kasroh, hukum izhar, hukum idghom, hukum ikhfa, hokum iqlab dan lain-lain yang sifat-nya kondisional dan tidak mutlak melekat pada suatu huruf. Jadi secara sederhana tajwid berarti mengucapkan huruf sesuai dengan makhroj-nya beserta sifat dan mustahak-nya.

Hukum Tajwid didalam Tilawah
Ketika kita mengucapkan atau melafazkan bacaan Al-Qur`an dengan makhroj yang tidak sesuai, atau tidak memberikan hak huruf atau mustahak huruf berarti kita tidak mentajwidkan-nya dan menurut Ibnu Al-Jazri “Membaca AL-Qur`an dengan tajwid wajib. Siapa yang membacanya tidak dengan tajwid berdosa. Karena Allah menurunkanya dengan tajwid. Dan demikianlah Al-Qur`an darinya sampai kepada kita. Dan ia juga hiasan tilawah, ada` serta qiro`ah. Dia adalah memberikan masing-masig huruf hak-nya yang berupa sifatnya dan memberikan mustahaknya. Serta mengembalikan masing-masing huruf kepada makhrojnya dan mengucapkan huruf ditempat yang sama sebagaimana huruf pertama. Dengan sempurna tanpa memaksakan diri (takalluf), dengan lembut ketika mengucapkan-nya dan tanpa berlebihan. Dan tidaklah ada perbedaan antara seorang mentajwidi Al-Qur`an dengan yang tidak kecuali latihan seseorang dengan lisan-nya”.

Dari penjelasan tersebut jelas sekali betapa wajibnya kita untuk mentajwidkan huruf tetapi dengan tanpa berlebihan. Ketika kita terlalu fokus atau lebih menitikberatkan tilawah kita terhadap suatu lagu atau langgam tertentu disitulah akan mucul potensi kesalahan tajwid didalam tilawah kita.
Didalam tilawah memang kita harus membaguskan bacaan kita, yang dimaksud membaguskan disini lebih kearah tajwid dan bukan irama atau lagu tertentu. Oleh karena itu didalam bertilawah hendaklah kita mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW didalam salah satu hadis beliau, “ Bacalah Al-Qur`an dengan irama dan suara Arab (yang fasih)".

Jenis-jenis Kesalahan (Allahn) didalam Tilawah
Berdasarkan kadar dan jenisnya, kesalahan didalam tilawah terbagi menjadi dua katagori, kesalahan jali(besar) dan kesalahan khofi (kecil).
Kesalahan jali (Allahn aljali) merupakan kesalahan yang terjadi pada lafadz yang menyalahi `urf (adat,kebiasaan) qurro (ahli qiro`ah) yang dapat merubah arti. Hukum kesalahan ini adalah haram. Kesalahan jali dapat terjadi apabila:
  • Mengubah huruf, dengan makhrojul huruf yang tidak tepat secara tidak langsung kita telah merubah huruf yang kemungkinan dapat merubah arti dan termasuk katagori kesalahan jali. Contoh Qul yang artinya “katakanlah” dengan makhroj pangkal lidah paling belakang dengan makhroj yang sedikit geser kedepan meskipun tetap dipangkal lidah maka berubah makna menjadi kul yang artinya “makanlah”.
  • Mengubah harokat, dengan berubah-nya harokat sudah jelas arti dari kalimat atau kata akan berubah. Contoh an`amta yang artinya “engkau anugrahkan nikmat” ketika kita baca an`amtu maka artinya menjadi “aku anugrahkan nikmat”.
  • Menambah huruf, seharusnya dibaca pendek tetapi dibaca 2 harokat. Contoh-nya inna yang artinya “sesungguhnya” akan berubah arti menjadi “Sesungguhnya kami” ketika kita baca innaa.
  • Mengurangi huruf, seharusnya dibaca 2 harokat(panjang) tetapi dibaca pendek.
Ketika tilawah kita masih mengandung kesalahan jali tentunya ada sejumlah konsekwensi diantaranya: kita harus belajar, tidak boleh jadi imam sholat dan tidak boleh membaca dihadapn majlis.

Kesalahan kecil (Allahn alkhoffi), kesalahan yang menyalahi `urf qurro tetapi tidak merubah arti (terjadi pada hukum-hukum yang tidak merubah arti) yang dihukumi makruh. Contohnya, kurang gunnah, kurang tafkhim atau tarqiq, kurang harokat (4,5,6), tetapi jika kurang harokat pada mad thobi`i termasuk kesalahan besar (jali). Bagi kita yang masih awam, kesalah khofi masih dimaklumi dan tetap akan menjadi amal ibadah yang berpahala dihadapan Allah SWT. sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, Dari Aisyah R.A, ia berkata: Rasulullah bersabda: "Orang-orang yang membaca Al-qur`an dan ia pandai membacanya, ia akan bersama paramalaikat yang menjadi utusanya yang mulia lagi suci. Sedangkan orang yang membaca Al-qur`an tetapi ia terbata-bata kesulitan, serta kesusahan didalam membacanya, ia akan memperoleh dua pahala." (HR. Bukhori Muslim). 
Dua pahala didalam hadis ini meliputi pahala membaca Al-qur`an dan terbata-bata didalam hadits ini yang dimaksud adalah dalam rangka belajar, seperti kita ketahui bersama bahwa belajar atau menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim disinilah poin pahala kedua yang dimaksud. Sehigga bagi kita yang awam harus terus belajar untuk memperbaiki kualitas tilawah kita agar mendapatkan dua pahala tersebut. 

Meskipun kesalahan khofi ini dapat dimaklumi bagi kita yang awam tetapi merupakan suatu aib bagi ahli tajwid atau orang yang telah belajar tajwid sehingga dapat dikatakan dusta didalam periwayatan. Konsekuwensinya, si fulan dengan kesalahan ini tidak dapat mengambil sanad.

Mengenal Waqof     
Syarat tartil selanjutnya adalah mengenal waqof. Waqof merupakan tempat berhenti disuatu kata ketika membaca Al-Qur`an baik diakhir ayat amaupun ditengah ayat. Untuk mengetahui tempat waqof syarat utamanya adalah dengan pemahaman ma`na Al-Qur`an. Ketika kita belum memahami makna bacaan yang kita baca dan kita berhenti diayat yang tidak tepat makan dapat merubah makna bacaan kita. Jenis waqof sendiri terbagi menjadi 4 jenis yang terdiri dari waqof tam, kafi, hasan dan waqof qobiih. Adapun tanda-tanda waqof terbagi menjadi 7 tanda yang berbeda.
  • Waqof tam, berhenti pada ayat yang telah sempurna ma`nanya dan tidak terkait dengan ayat berikutnya baik ma`na ataupun lafadznya. Contohnya "maaliki yaumiddin - Iyyaa kan`a budu waiyya kanasta`iin
  • Waqof kafi, Berhenti pada ayat yang telah sempurna makna-nya, namun makna  ayat tersebut terkait dengan ayat berikutnya. Contoh "Wa mimmaa rozaqnaahum yunfikuun - walladziina yu'aminuuna bimaa unzila ilaik..."
  • Waqof hasan (baik), berhenti pada ayat yang telah sempurna makna-nya tetapi makna dan lafadz ayat tersebut berkaitan dengan ayat berikut-nya sehingga diperlukan pengulangan pada makna yang tepat. Contoh "Alhamdulillahi - robbil`alamiin".
  • Waqof qobih (jelek) adalah berhenti pada suatu ayat yang belum sempurna maknanya. Waqaf seperti ini dilarang kecuali dalam keadaan terpaksa seperti nafasnya tidak kuat, batuk dan sebagainya. Contoh "maaliki - yaumiddiin". Kedua aya atau kalimat ini merupakan satu kesatuan.  
Bagi kita yang masih awam dan belum paham bahasa serta tata bahasa Al-Qur`an, kita tinggal mengikuti dan memahami tanda-tanda dan jenis-jenis waqob didalam mushaf Al-qur`an yang kita baca. 
                                          Tanda-tanda waqof
Tanda/symbol
Keterangan
Ù…
  Harus waqof
Úƒ
  Boleh waqof boleh wasol
ï»»
  Tidak boleh berhenti kecuali diakhir ayat
ﺻﲆ
  Lebih utama wasol
ﻗﲆ
  Lebih utama waqof
Ø· 
  Lebih utama waqof
ﻨ -- ﻨ
  Berhenti pada salah satu tempat

Pertanyaan selanjutnya, ketika didalam tilawah, kita terlalu fokus pada lagu atau irama tertentu mungkinkah kita mampu menjaga konsistensi makhroj, harokat, sifat-sifat huruf termasuk mustahah huruf? Atau masihkah bacaan kita dikatagorikan tartil ketika kita bertilawah dengan mendayu-dayu?

Dari tilawah langgam jawa yang kemarin saya perhatikan, ada sedikit catatan yang terekam oleh saya: Qori dalam hal ini berlebihan (takalluf) didalam tilawahnya sehingga harokat-nya kurang teratur, sifat huruf tidak jelas dan mustahak huruf contohnya gunnah dan ikhfa-nya juga tidak stabil.  Dari segi cepat atau lambatnya atau tempo bacaan/tilawah-nya juga tidak jelas apakah katagori: tahqiiq, tartiil, hadr atau tadwiir!  Wallahu`alam...

Ya.... Allah
Sayangilah kami dengan Al-Qur`an
Jadikanlah ia sebagai imam,
Hidayah dan rahmat bagi kami
Ingatkanlah kapa yang kami lupa dari Al-Qur`an
Dan Ajarilah apa yang belum kami ketahui,
Berikanlah kami kemampuan untuk selalu membacanya siang dan malam
Dan jadikanlah Al-Qur`an sebagai saksi yang membela kami..
Ya Robbal `Alamin....

Referensi:

  1. Buku bimbingan tahsin & tajwid Al-Qur`an, LBQ Al-Utsmani.
  2. Buku Talaqi Al-Qur`an, LBQ Al-Utsmani.


Kamis, 14 Mei 2015




Tubuh manusia merupakan sebuah reaktor kimia yang dilengkapi dengan sistem PLC (Programmable Logic Controller) yang sangat menakjubkan. Salah satu fungsi yang sangat penting tersebut adalah kemampuanya didalam mengendalikan atau mengontrol tingkat keasaman tubuh secara otomatis didalam rentan (limit) yang sangat kecil. Sel-sel tubuh hanya akan berfungsi secara normal didalam rentan pH yang relatif sempit. pH tubuh dikontrol secara teratur oleh penyesuain proses-proses fisiologis secara konstan, seperti fungsi ginjal dan paru-paru.
Makanan atau pola makan yang kita konsumsi juga dapat mempengaruhi peningkatan atau penurunan pH tubuh, sejumlah makanan dapat bersifat lebih alkali(basa) atau lebih asam dibandingkan makan-makanan yang lain. pH tubuh yang asam merupakan magnet yang kuat terhadap sakit, penyakit, kangker dan penuaan. Konsumsi makanan sumber alkali dapat menggeser pH tubuh, mempertahankan kesehatan dan fungsi tubuh lebih baik, mencegah kangker dan sejumlah penyakit yang lain.
pH, atau “potential hydrogen” merupakan pengukuran tingkat keasaman atau alkalinitas (basa) suatu larutan. Ketika larutan bersifat alkali, berarti larutan ini mampu menetralkan asam serta sebaliknya. Alkalinitas atau keasaman ditunjukkan oleh nilai pH dengan skala 0 hingga 14. pH 7 merupakan pH netral, tidak asam atau basa. Substrak dengan pH diatas 7 hingga 14 disebut basa atau alkali, dimana alkalinitas berbanding lurus dengan peningkatan nilai pH. Secara substansial, makanan terbuat dari air sehingga pH-nya dapat diukur. Karena tubuh kita sebagian besar adalah cairan, pH tubuh juga memiliki tingkatan pH yang biasanya diukur melalui darah.
Darah kita memiliki rentan nilai pH yang sangat kecil antara 7,35 hingga 7,45. Jika pH darah kita menyimpang dari nilai tersebut maka kita akan jatuh sakit atau muncul gejala sakit. Lebih parah lagi, jika pH darah kita turun hingga dibawah 6,8 atau diatas 7,8 fungsi sel-sel kita akan terhenti dan mengakibatkan kematian.
pH asam dapat diakibatkan oleh stress, toksin (racun), reaksi imun, atau proses-proses yang menghilangkan (mengganggu) oksigen atau nutrisi didalam sel. Ketika mengkonsumsi makan-makanan yang asam maka pH tubuh akan turun, selanjutnya tubuh akan berusaha menetralisir-nya dengan mineral-mineral alkali yang tersimpan. Ketika konsumsi makanan kita tidak mencukupi kebutuhan mineral tersebut, terjadilah penumpukan asam didalam sel yang mengakibatkan kekurangan oksigen.
Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan kemampuan tubuh untuk menyerap mineral atau nutrisi lain, penurunan produksi energi didalam sel, penurunan kemampuan untuk memperbaiki sel-sel yang rusak, penurunan detoksifikasi terhadap logam-logam berat, memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tumor dan mengakibatkan mudah lelah atau sakit.
Salah satu cara termudah untuk mengontrol pH tubuh adalah dengan mengontrol pola makan dan gaya hidup. Untuk menjaga kesehatan, makanan yang kita konsumsi harus mengandung 60% bahan makanan sumber alkali dan 40% makanan sumber asam. Sedangkan untuk pemulihan kesehatan , makanan yang kita konsumsi 80% sumber alkali dan 20% asam. Sumber alkali tersebut dapat kita peroleh dari sayur-sayuran hijau, buah segar, rempah-repah dan probiotik. Sedangkan asam bersumber dari daging, keju dan biji-bijian.  

Minggu, 03 Mei 2015



Yang tertutup rapat dan tersegel saja belum menjamin isinya bagus dan berkualitas, bagaimana yang terbuka dan tanpa penutup...? Paling tidak inilah pengalaman riil yang saya alami kemarin (Jum’at 09/01/15). Seperti biasa setiap Jum’at pagi ditempat kerjaku diadakan senam pagi sekitar 15 menit dan dilanjutkan patroli 5R sekitar 5 menit...
Sebagai hadiah hiburan selanjutnya kami dapat susu kotak 125 mL yang dibagikan oleh koordinator 5R. Tanpa curiga jatah saya langsung saya buka dan minum dan biasanya memang seperti itu....
Tetapi kemarin ada yang berbeda dengan susu yang saya minum, rasanya kecut atau keasaman yang mengindikasikan susu sudah basi. Singkat kata saya sempat muntah dan dihari berikutnya sakit perut. Padahal susu tersebut masih tersegel dan belum expired!
Dari kasus ini saya tidak mempersalahkan minuman yang saya minum ataupun menjadi anti terhadap produk tersebut. Karena teman-teman saya tidak mengalami hal serupa dengan saya. Saya menyadari ini bagian dari defect produksi yang lolos QC karena proses QC untuk mass production sifatnya sampling size. Ditambah lagi pengalaman saya ketika belajar mikrobiologi, untuk proses sterilisasi dan isolasi mikrob amat sangat susah. Dari proses isolasi tersebut meskipun sample sudah kita tratment ditempat yang sangat steril dan terisolasi meskipun secara visual kelihatanya sudah ok, ketika kita amati dibawah mikroskop tetap saja ada kontaminan yang terbawa. Kendati demikan bukan berarti tidak mungkin untuk mendapatkan biakan murni atau mendekati murni minimal lebih murni... Dengan proses sterilisasi dan isolasi berulang dan berkelanjutan akhirnya kami bisa dapatkan biakan murni dari sebuah golongan mikroba, ketika itu biakan yang kami dapatkan adalah Saccharomyces cerevisiae yang merupakan mikroba kelompok khamir. 
Dari studi kasus ini ada sedikit pembelajaran yang dapat saya petik, proses isolasi saya identikan dengan menutup aurat karena proses ini dilakukan diruangan khusus dan tertutup sehingga hanya orong-orang tertentu yang telah dizinkan dapat memasuki dan melihat atau kontak langsung dengan objek tersebut. Proses ini dilakukan untuk mencegah masuknya kontaminan atau pengaruh dan niatan tidak baik dari orang yang tidak bertanggung jawab atau lingkungan sekitar. Sedemikan juga aurat harus senantiasa ditutup agar tidak terlihat, terpengaruh dan menimbulkan niat tidak baik dari orang yang bukan mahrom-nya.
Aurat yang tertutup atau berhijab khususnya wanita belumlah jaminan atau parameter akhlak seseorang sudah baik jika tidak dilanjutkan dengan treatment berikutnya. Sterilisasi merupakan proses treatment lanjutan terhadap suatu objek untuk membunuh atau menghilakan bibit-bibit kontaminan yang merupakaan bawaan atau sudah terbawa dari sample/objek tersebut. Artinya setelah aurat atau fisik terlindungi, jiwa/rohani harus terus disucikan atau dibersihkan dengan memberikan pelajaran atau nilai-nali syar’i untuk membersihkan penyakit-penyakit hati yang merupakan bawaan dari manusia itu sendiri. Proses sterilisasi dan isolasi berkelanjutan menunjukkan diperlukan-nya keistiqomahan dan konsistensi didalam menjalankan aturan dan sistem dari aqidah kita. Al-hasil meskipun didalam aktualisasinya masih akan kita dapatkan kekurang bukan berarti kita membenarkan statement bahwa jilbab atau hijab bukan jaminan... Minimal mereka yang telah berhijab sudah berusaha melakukan isolasi diri/fisik tinggal dilanjutkan dengan  proses sterilisasi jiwa. Karena proses isolasi dan sterilisasi merupakan satu kesatuan proses yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.



Istilah blusukan yang sudah lama hilang dari telinga saya belakangan ini begitu ngetren dan menasional. Tentunya kita bangga ternyata bahasa kekesalan/omelan dari orang tua terhadap anak kecil dikampung berubah menjadi bahasa resmi kenegaraa hehehe....
Istilah blusukan ini mengingatkan masa kecil kami dikampung... Istilah ini biasanya/lazimnya disematkan kepada anak-anak kecil yang suka bermain kelewat batas dan tanpa tujuan yang jelas istilah gaulnya “kelayaban”...
Ketika orang tua sedang kesal kepada anaknya yang senang kelayaban, biasanya mereka bertanya “Bar/arep blusukan menyang ngendi koe (habis/mau klayaban dari/ke mana)?”. Secara arti pertanyaan tersebut bermaksud menanyakan suatu arah atau tujuan tetapi konotasinya negatif. Pertanyaan dengan makna sejenis adalah “Arep/bar menyang ngendi (habis/mau pergi dari/ke mana)?”. Kedua pertanyaan tersebut memiliki arti yang sama tetapi beda konotasinya, kalimat kedua memiliki konotasi positif sedang yang pertama negatif...
Istilah “blusukan merupakan sanepan atau padanan kata keblusuk” yang memiliki arti tersesat atau salah arah/jalan. Makanya orang tua biasanya menasehati/berpesan kepada anaknya jangan blusukan ya le/nduk...
Maklum ketika kecil biasanya kami mainya dikali-kali yang sepi dan jauh dari kampung entah sekedar mandi (Lumban) atau cari ikan... Terkadang kami juga main kekebon/alas yang jauh untuk cari buah-buahan, cari rumput atau permainan-permainan ala anak kampung misalnya prosotan dilereng-lerang bukit yang terjal bak pendaki gunung atau pencinta alam bisa juga main petak umpet (dor-doran) dan perang-perangan...
Jadi maksud larangan blusukan adalah agar tidak pergi kesembarang tempat takut kita keblusuk (tersesat) atau kesasar dan tidak bisa pulang. Secara umum istilah blusukan ini dapat diartikan “pergi tanpa tujuan yang jelas atau asal-asalan” yang penting senang tanpa pertimbangan plus dan minus-nya yang tentunya sangat berbahaya serta mengkhawatirkan...